Friday, February 23, 2018

Menghirup Kebebasan

Untuk kali pertama dalam hidupnya, gadis itu melihat gelapnya langit di malam hari.
Kakinya memanjat pagar terakhir yang selama ini mengisolasi dirinya dari dunia luar. Gaunnya kotor sekali, begitu pula wajahnya. Kepulan debu menghiasi kepalanya. Gadis itu memang tidak bersih, tidak terawat, apalagi wangi. Dia tidak seperti gadis pada umumnya. Dia tidak beruntung seperti mereka, tapi dia tidak juga patut kau kasihani. Bisa dibilang bahwa dia beruntung dengan caranya sendiri. Jenis keberuntungan yang tidak dapat dibagi.
Krakk.
Pagar kayu tadi patah menjadi dua karena sebelumnya ia paksa membuka.
“Oh ya ampun,” katanya jengkel. Ia mencoba memperbaikinya selama beberapa saat, namun tentu saja gagal. Ia hanya menyatukan kayu tersebut tanpa bantuan alat apapun.
“Sudahlah, selamat tinggal.”
Tangan kanannya melambai ke arah kastil, dan tangan satunya mendekap gulungan rambutnya yang terlalu panjang.
Gadis itu berlari sekencang-kencangnya, merasakan kebebasan merasuki seluruh nadinya. Beberapa kali langkahnya terhuyung tersandung akar pohon, seringkali ia tersandung rambutnya sendiri, dan ia terjatuh. Namun ia tertawa bahagia.
Kemudian ia tidak lagi berlari, ia berguling, melompat, tersandung lagi, dan masih tertawa.
Kebebasan sungguh indah rasanya.
Dan diantara suara tawa gadis itu, purnama memamerkan kecantikannya. Sinarnya membuka jalan bagi gadis itu untuk terus maju. Namun ia terdiam menatap ke arah langit.
“Apakah benar saat ini aku sedang melihat rembulan? Sungguh indah sekali. Lebih indah daripada ceritanya,” ujarnya. “Oh…apakah kerlap-kerlip di sekelilingnya itu bintang?”
Gadis itu pun meneruskan perjalanannya di bawah sinar purnama. “Aku bisa mengerti mengapa bintang-bintang itu tidak marah pada rembulan walaupun dia membuat mereka tampak redup. Rembulan terlalu cantik,” katanya pada dirinya sendiri.
Hembusan angin membuatnya mengkerut. Kakinya yang telanjang mulai bergetar.
“Aku harus beristirahat.”

Ia menemukan bukit yang cukup lapang untuk melebarkan rambutnya sebagai alas tidur. Gadis itu pun tidur telentang menghadap sang purnama. Sambil memikirkan betapa cantik purnama malam itu, ia merayakan kebebasannya.

Akhirnya setelah 16 tahun terkekang di dalam kastil, Rapunzel menghirup kebebasan dengan nafasnya sendiri.

No comments:

Post a Comment