Untuk kali pertama dalam hidupnya, gadis itu melihat
gelapnya langit di malam hari.
Kakinya memanjat pagar terakhir yang selama ini mengisolasi
dirinya dari dunia luar. Gaunnya kotor sekali, begitu pula wajahnya. Kepulan
debu menghiasi kepalanya. Gadis itu memang tidak bersih, tidak terawat, apalagi
wangi. Dia tidak seperti gadis pada umumnya. Dia tidak beruntung seperti mereka, tapi dia tidak juga patut kau kasihani.
Bisa dibilang bahwa dia beruntung dengan
caranya sendiri. Jenis keberuntungan yang tidak dapat dibagi.
Krakk.
Pagar kayu tadi patah menjadi dua karena sebelumnya ia paksa
membuka.
“Oh ya ampun,” katanya jengkel. Ia mencoba memperbaikinya
selama beberapa saat, namun tentu saja gagal. Ia hanya menyatukan kayu tersebut
tanpa bantuan alat apapun.
“Sudahlah, selamat tinggal.”
Tangan kanannya melambai ke arah kastil, dan tangan satunya
mendekap gulungan rambutnya yang terlalu panjang.
Gadis itu berlari sekencang-kencangnya, merasakan kebebasan
merasuki seluruh nadinya. Beberapa kali langkahnya terhuyung tersandung akar
pohon, seringkali ia tersandung rambutnya sendiri, dan ia terjatuh. Namun ia
tertawa bahagia.
Kemudian ia tidak lagi berlari, ia berguling, melompat,
tersandung lagi, dan masih tertawa.
Kebebasan sungguh indah rasanya.
Dan diantara suara tawa gadis itu, purnama memamerkan kecantikannya. Sinarnya membuka jalan bagi gadis
itu untuk terus maju. Namun ia terdiam menatap ke arah langit.
“Apakah benar saat ini aku sedang melihat rembulan? Sungguh
indah sekali. Lebih indah daripada ceritanya,”
ujarnya. “Oh…apakah kerlap-kerlip di sekelilingnya itu bintang?”
Gadis itu pun meneruskan perjalanannya di bawah sinar purnama.
“Aku bisa mengerti mengapa bintang-bintang itu tidak marah pada rembulan
walaupun dia membuat mereka tampak redup. Rembulan terlalu cantik,” katanya
pada dirinya sendiri.
Hembusan angin membuatnya mengkerut. Kakinya yang telanjang
mulai bergetar.
“Aku harus beristirahat.”
Ia menemukan bukit yang cukup lapang untuk melebarkan
rambutnya sebagai alas tidur. Gadis itu pun tidur telentang menghadap sang purnama. Sambil memikirkan betapa
cantik purnama malam itu, ia
merayakan kebebasannya.
Akhirnya setelah 16 tahun terkekang di dalam kastil,
Rapunzel menghirup kebebasan dengan nafasnya sendiri.
No comments:
Post a Comment