Tuesday, December 6, 2016

saat kita tertawa, suaramu menggema bagai ratusan kicau burung yang menjadi satu.
ribut, tak beraturan, dan indah.
ku rasakan mataku membesar, tawaku melebar. seiring berjalannya waktu, aku tertatih-tatih mencari tawamu itu.
"dimana?" teriakku, diantara mawar-mawar yang kelabu.
setitik air turun dari mataku, tanda kelemahan yang makin menyerbu.
"dimana?" rintihku kali ini. desir angin meniupkan kegelisahan, membangunkan segala cemas yang ada dalam benakku.
ketika ku ingat dalam relung jiwaku yang paling dalam, disanalah tawamu berada. jauh, jauh di dalam. di tempat yang paling dekat, namun paling jauh dariku.
dan disana, kulihat tanganmu menggapaiku. namun tawamu tak seperti dulu.
dan disinilah aku berada, tersadar akan realita bahwa: walaupun tawamu tak seindah dulu, hangatmu tak akan pernah membeku.

No comments:

Post a Comment