Sunday, December 27, 2015

dalam kematian, kusimpan kehidupanku

aku bangkit lagi berdiri, mengusap kedua tanganku untuk mengenyahkan tanah yang menempel.
kemudian aku berjalan, melewati ribuan nisan. perkumpulan orang-orang mati. tempat yang begitu ramai tanpa suara.
angin bertiup kencang, menghembuskan bisikan-bisikan orang-orang mati yang meminta pertolongan. katanya terlambat sudah, waktu dunia bukan lagi miliknya.
mataku memburam, terlena dalam kabut yang menggelung. dari ujung bukit, samar terlihat asap yang kian tebal.
aku menoleh ke belakang, jalan setapak diantara nisan yang kulewati masih utuh. namun, keadaannya masih sama. sepi tak berujung.
aku melihat ke depan. gerbang ujung kuburan hampir terlihat, tersembunyi di antara kabut tebal. aku meneruskan perjalanan.
udara dingin membekukanku sampai ke tulang. kurapatkan jaketku, tapi nihil. jaketku hanya terbuat dari selembar kain buatan manusia, sedangkan udara dingin ini berasal dari Pencipta manusia.
aku berhenti lagi, memejamkan mata lagi. dalam pandanganku gelap, tak ada ujung. cahaya mengabur, seolah takut denganku. ketika aku membuka mata, hanya angin yang menerpa.
tak ada lagi bisikan orang-orang mati. aku sudah cukup jauh melangkah.
kulihat lagi disana, asap masih menggebu-gebu. kupeluk diriku dalam balutan kain biru. warnanya menggelap karena terguyur air akibat hujan sendu.
aku masih melangkah, walau berat rasanya hati ini untuk mengikuti. aku ingin berhenti saja, terbaring diantara tanah-tanah basah, dan menjadi orang mati tanpa nisan dan kuburan. biar tulang-tulangku yang menjadi bukti bahwa aku telah kalah oleh waktu.
namun aku tetap berjalan. meninggalkan bukit yang penuh kehampaan.
mungkinkah, saat aku berjalan melewati kuburan tadi, diantara orang-orang mati yang terdiam, sebenarnya aku yang mati --bukan mereka? mungkinkah mereka berhiruk pikuk bersama kematian, menggelar pesta tak terdengar, menertawakanku yang masih hidup, karena harus memohon untuk ditemani kesepian dalam tempat yang luas ini? setidaknya kesepian memang menjadi teman mereka dalam tanah sempit itu.
kakiku belum juga menghentikan langkahnya. aku nyaris tenggelam diantara gulungan asap tebal. tenggelam dengan kaki menapak. kesadaranku hampir terenggut.
lalu aku mulai kehabisan napas.
aku mulai kehilangan akal.
aku hilang kendali.
dalam kematian, kusimpan kehidupanku.

Monday, December 21, 2015

You never lose your track. You just didn't see the light. But you will, eventually.

-December 22nd, 2015.

Thursday, December 17, 2015

bunga

bunga bunga bunga.
menatap indahnya bunga.
diantara serpihan dedaunan.
mati karena dimakan bunga.
kecantikan yang ingin dimiliki sendiri.
meninggalkan mereka dengan duri.
bunga bunga bunga.
mungkin sudah lupa dengan mentari.
karena cantiknya milik sendiri.
mungkin sudah lama lupa diri.
karena terlalu sering dipuji-puji.
mengabaikan pelindung hati.
namun duri...
yang terakhir mati.

Kabur

Aku kembali berlari menelusur hutan-hutan sepi, dahan pohon menghalangiku untuk terus maju, namun tak kugubris sama sekali. Langit masih saja gelap tertutup awan kelabu. Bau asap yang menyengat menerpa napasku yang tersengal-sengal. Rinduku pada rumah sudah tertinggal di belakang. Tak ada lagi yang kupikirkan, selain terus memacu kaki maju ke depan. Hingga di tepi hutan, aku melihat sbeuah gubuk berukuran tidak lebih dari dua buah pohon yang disejajarkan. Tak ada lampu atau penerang, hanya tumpukan kayu yang dipaksa untuk membentuk rumah. Aku mendekatinya perlahan. Menatap sisi-sisinya yang telah reot, entah dimakan waktu atau binatang. Dadaku masih naik turun, mengatur napas yang bergemuruh.
Aku memajukan jemariku, hendak mengetuk rumah tersebut. Namun kembali kutarik lagi, takut ada yang keluar dari dalam. Aku tak mau diusir lagi dari sini. Aku akan pergi nanti, tapi saat ini tubuhku memaksa untuk berhenti. Aku memutuskan untuk duduk di depan pintu.
Bau asap masih menerpa hidungku, walau tidak menusuk seperti tadi. Aku meluruskan kakiku dengan gerakan sesedikit mungkin, berusaha tidak menimbulkan suara apapun. Angin kembali bertiup menggelitik tengkukku.
"Ah."
Terlihat sedikit sinar matahari menelusur masuk melalui sela-sela dedaunan. Aku memejamkan mata, membayangkan bila sinar tersebut sampai di tempatku. Menghangatkan seluruh tubuhku yang menggingil ini...memelukku dengan...
"Hhh."
"Argh!"
Teriakanku membelah cakrawala angkasa. Reflek membuatku mengepalkan tinju, berusaha melindungi diri dari apapun yang akan menyerangku.
Seorang laki-laki bermasker berdiri di hadapanku. Pakaiannya basah oleh keringat. Napasnya masih tersengal-sengal. Entah bagaimana kedatangannya tidak kusadari.
Aku langsung mengambil beberapa buah batu di dekat kakiku. Tatapanku menggila, seolah aku ini harimau kelaparan yang akan menerkam sebuah rusa. Namun bukan berarti dia selemah rusa. Kusadari tangannya memegang sebuah belati kecil, namun cukup untuk mengoyak sebuah harimau raksasa.
Dan senjataku hanya beberapa kerikil.
Posisiku tidak menguntungkan, aku harus kabur sebelum dia menyerang.
Perlahan aku melangkahkan kaki ke belakang. Pria itu terus memadang ke arahku, matanya yang hitam melihatku seperti mangsa. Dia masih bergeming di tempatnya.
Aku menarik napas pendek. Kerikil di jemari masih kupegang erat, supaya bisa kulempar ke arahnya bila dia tiba-tiba menyerangku.
Suara gagak terdengar bergema di atas kepala kami.
"Argh!" Pria itu bergerak maju secepat kilat ke hadapanku, namun belum sempat aku melempar kerikil ke arahnya, dia langsung hancur menjadi serpihan daun berwarna emas. Aku memandang dedaunan tersebut di depan kakiku dengan horor, sebelum mereka terbang terbawa angin dan musnah menjadi butiran pasir.
Kerikil di jariku tetap kupegang erat.
Kemudian aku berlari meneruskan perjalananku, mencari jalan keluar dari hati yang keruh ini.

Cerita

Cerita berlari menembus pelangi, menembus jutaan awan yang menghalangi warna biru di angkasa, menyusuri jalan setapak bersama angin, berkicau mengiringi siulan burung, tanpa henti dan tak pernah mati. Hingga dunia tidak lagi bersama kita, cerita masih akan terus berjalan, seolah tak ada yang berubah, seolah waktu mati bersamanya. Ia terus membesar dengan bumbu-bumbu yang tak sepadan, membawa asap hitam menelusur beningnya kabut fajar. Andai aku adalah cerita, tak pernah mati aku dimakan derita, malah bertambah besar menampung suka, masih saja membesar hingga Sang Pencerita sendiri yang menghentikan ceritanya. Bahkan di saat sepi, hampa, tanpa seorang pun disana, cerita akan selalu ada, hidup dalam kesendirian.
Hidup dalam kehidupan.
Hidup dalam kematian.
Tak pernah berhenti berlarian.

Saturday, December 5, 2015

wajahku berpaling
ceritaku pergi
waktu telah menguap
bersama embun pagi
tak terdengar lagi
kokok ayam

purnama
menghilang bersama bintang
remah-remah sisa hujan
seperti kue dalam oven
wanginya tak tertahan
merasuk dalam belaian

hujan lagi
bersama kokok ayam
pagi lagi
hari berganti
waktu berjalan
kita terdiam
hanyut

dalam kehampaan
sungai kepasrahan
ketidak berdayaan
ketakutan

pengecut
munafik
semua berkumpul
dalam satu arena
kita sebut dunia

karena
dunia tanpa mereka
adalah
fana belaka
Andai

andai kau, aku
andai kita, mereka


Kencan

gaun indah
pemandangan mempesona
helai demi helai
rambut berjuntai
merah ceri
wajah merona
tatap ragu
penuh tanya

indah, sangat indah
dibawah temaram
senja berayun
syahdu dan merdu
gemerisik daun
sebuah bintang berkelip
yang lain mengedip

kala itu
kita berdua
hanya bersama
lampu taman

Monday, November 16, 2015

you are the small details
of every beautiful thoughts
i love you.
more than i could love myself

whenever i forget
the reason why i still here

you are the gift
i often forget to be grateful

you are the voice
whenever i feel lonely

you are the sparks
of every fireworks i lit

you are the reason
why i still standing

i often forget

of how nice you treat me

i often forget
to whisper your name in my prayer
it's always about me, mom
it's always about me, dad
i'm sorry
but even
you always whisper my name

even when we met
i rarely ask how was your day
i busy talking about me
it's always about me
you doesn't mind
you never mind
even if you're tired
you still listening
even when you mad
you still hug me
even when i did anything
that hurt you so bad
you never told me
not even once
it's always about me
i'm sorry
i always forget
you might just had a hard day
you might just want a peaceful sleep
but i always come to you
telling you everything
but i act like i don't care
when you telling me something
i'm sorry

Thursday, September 10, 2015

you are the small details
of every beautiful thoughts

Saturday, August 22, 2015

Hilang

Aku memandangnya lekat
Seperti bocah melihat purnama
Di sebelah lampu yang tak hidup
Ketika bintang sedang redup
Sunyi bising sekali
Seolah aku berlari
Ke arah fatamorgana
Dan bisiknya berkata:
Aku tak akan kembali.



Hening masih bernyanyi
Melantun nada sendu
Terlintas dalam hati
Tawanya yang merdu
Biarkan saja dia pergi!
Seruku merindu
Hangatnya jemari
Dalam jiwa yang kelu

Friday, July 31, 2015

Istirahat di TK Nurusyifa

Anak-anak berlari menepi
Ke tengah lagi
Berlari lagi
Hiruk pikuk oktaf nada tinggi
Teriak-teriak lupa berhenti
Satu dua bergandeng ria
"Jangan dorong, kamu!"
kata si wanita
Wanita muda masih belia

Hingar bingar bising tertawa
Semerdu suara penghuni surga
Kaki kecil melangkah manja
Masih terbuai indah dunia
Bersama mimpi terbang melayang
Melukis pagi yang tidak muram

Satu, dua
Satu, dua
Semudah itu mereka tertawa
Tiga, empat
Tiga, empat
Euforia datang merapat

Kaki mungil melompat tinggi
Mata juling tanda bahagia
"Teman-temaaaan!"
satu-satu berirama
"Ibu guru datang!"
dengan lonceng di tangan.

Perhatikan

Perhatian
Bila ingin diperhatikan
Gunakan kata
Perhatian
Bila ingin didengarkan
Bilang saja
Perhatian
Namun aturannya
Perhatian
Tidak didapat
Hanya dengan 
"Perhatian".

Sajak untuk yang akan datang

Halo aku yang disana
Masih adakah bulan purnama?
Di tempat dimana kau berada
Terpisah dariku beribu cerita
Disini bulan sangat jelita
Indah, indah!
Tapi disini
Mereka bilang bulan biru
Padahal masih kuning
Hanya karena muncul dua kali
Dalam bulan Juli
Seperti mereka mengaku pintar
Padahal masih bodoh
Hanya karena mereka tahu
Bulan hanya satu
Disini bulan berlubang
Akankah disana rata?
Disini bulan benderang
Mungkinkah disana gelita?
Disini mendung
Bintang sedang murung
Kuharap disana
Bintang belum sirna.

Mimpi

Aku tahu
Aku tahu
Dalam banyak doaku
Aku terlalu berharap
Dalam banyak pertanyaanku
Aku terlalu mengasa
Apa mimpiku
Apa mimpimu
Kita berdua
Menari-nari dalam bahagia
Tawa
Tak usah menawar duka
Datang kemudian tanpa salam
Mengubah siang jadi malam
Sudah gelap tambah kelam
Geram

Aku tahu
Aku tak bisa bermimpi
Tanpa berlari
Melewati fakta
Melewati batas
Realitas
Aku tak bisa terbang
Tanpa tujuan
Tenggelam
Dengan harapan

Aku terlalu berharap
Luruh bersama angan

Nanti

Mungkin 30 tahun lagi
Kau akan tertawa
Saat mendengar bahwa
Aku merana
Saat mengingat kita
Kita, kita, kita
Tanpa mereka
Hanya berdua

Friday, July 24, 2015

Aku di hari Rabu

Aku termenung di kamarku
Melihat pelangi warna kelabu
Menembus hati yang sedang sendu
Berkawan cermin yang berdebu
Basah berlari turun seribu
Berlomba dari mata sampai dagu
Nafas berdendang masuk menyerbu
Keluar lagi terburu-buru
Tak ada satu yang meragu
Kecuali aku di hari Rabu.

Sahabat Lama

Selamat pagi Kawan
Senang sekali berjumpa
Setelah sekian lama dalam derita
Muncul juga kau berbahagia
Timpakan semua kau punya dusta
Kepada mereka yang butuh cinta
Supaya mereka merasa mesra
Terlindung dari kabar duka

Selamat siang Teman
Tak ada lagi tawa membahana
Dari kecilnya waktu yang ada
Tangismu telah tertera
Dalam lipit hatiku yang terluka
Membawa sejuta kenangan lama
Terhimpit dalam singkatnya senja
Bersenandung sebelum sirna

Selamat malam Kawan
Kini tak ada waktu tersisa
Tinggal sudah kita bertiga
Lihat aku dengan seksama
Disini kita yang dulu muda
Berselisih dengan merana
Memalingkan wajah tua
Berkalimat tanpa kata
Keriput tumbuh di dada
Hati tak lagi senada

Sampai jumpa Kalian
Sisakan aku dalam ingatan

For a while 
I want to take myself off
Of the voices in my head
Of the emotions in my heart
Of the thoughts in my mind
Of everyhing that goes on and on in myself
I just want to take them off.
Hybernate like a bear
Sleep like a snail
Rest like phyton
Silent among crowd
I don't want a 'me-time'
I don't want to cheat on time
Just to pay with bigger times
.
I want time
To stop
For a while
To feel silent
Better than calm



You and I

You're my tomorrow's yesterday
I'm your 8 AM
You're the whipped cream on my latte
I'm your dark coffee
You're my night for a long day
I'm your another noon
You're the dancing thoughts before dawn comes
I'm your usual morning alarm
You're my watermelon on summer
I'm your apple winter
You're my Cinderella's another pair
I'm your horse from witched rat
You're my VIP audience
I'm your forgotten guest
You're my balloon on my party
I'm your confetti
You're my art on earth
I'm your e and h
You're the sugar in my cake
I'm the meat in your veggie soup
You're my water to the sea
I'm your sunburn
You're the loud in the crowd
I'm the whisper in the dark
You're my Sunday morning
I'm your Sunday evening
You're close..
But too far.

Tuesday, July 21, 2015

Balada seorang anak

Waktu aku masih benalu
Diselimuti iringan doamu
Dunia tak pernah meragu
Setiap kau memeluk tubuhku
Terhalang jutaan sel yang merelung menyatu
Mengikat kita menjadi satu
Saat aku belum jadi aku
Masih berupa serat-serat rindu
Ibu, aku ingin bertemu

Ibu, aku rindu
Sebelum tatapan kita dapat menyatu
Sukma kita telah bersatu
Dan ragaku dalam ragamu
Dan langkahmu membawa langkahku
Dan matamu menuntun mataku
Dan hatimu
Tak kan pernah bisa terganti oleh hatiku

Ibu, aku sendu
Dalam sunyi malam dibawah langit kelabu
Kudengar malaikat bernyanyi merdu
Mengiringi bisikan-bisikan kalbu
Setiap kata yang kau adu
Dan saat Tuhan meraih tanganmu
Sesaat kutakut untuk bertemu
Melakukan hal yang akan melukaimu
Namun Tuhan tak pernah tak tahu
Apa yang memang baik bagimu
Ketika Tuhan menyatukan rindu
Antara aku dan Ibu
Maafkan aku telah menyakitimu.

-Juli, 2015

Friday, June 26, 2015

Bintang-bintang Bersenandung

We met, we talked, we clicked.
Itu harapan semua orang saat memikirkan pasangan hidupnya di masa depan. Semua orang bebas berharap, mimpi disebar sebanyak-banyaknya dan sebebas-bebasnya di dunia ini untuk dipikirkan, dikejar --angan. Kemudian kita sadar bahwa kita hidup dalam realitas, dimana banyak hal yang melintang diantara diri kita dan mimpi-mimpi tersebut. Yak, buatlah ekspektasi setinggi-tingginya! Karena realitas akan berkata:
We met, we talked, we ran away. Or they ran away. Or we're hiding. Or they're hiding.
Begitu selanjutnya sampai kita menyentuh mimpi baru untuk digapai.
Ayah pernah berkata padaku, dibawah langit mendung ibukota, saat malam pergantian tahun dan kami sedang menunggu parade kembang api dari atas loteng rumah kami,"bintang adalah jajaran mimpi-mimpi setiap orang yang ada di dunia ini. Itu sebabnya jumlahnya tidak terbatas, bahkan saat mendung seperti sekarang pun, mereka tetap ada di atas kepala kita."
Kalimat tersebut membiusku selama bertahun-tahun, aku percaya bahwa semua mimpiku adalah bintang-bintang. Kemudian suatu malam setelah mengetahui bahwa ayahku akan menikahi perempuan lain, aku sadar; bahwa bintang juga jatuh, jatuh secara harfiah. Mereka menjadi bintang jatuh dan berubah jadi serbuk-serbuk debu yang bahkan kepergiannya justru diharapkan oleh manusia-manusia yang membangun mimpi-mimpinya pada bintang tersebut. Malam itu aku menangis di sudut kamarku yang penuh debu, sampai paginya aku dilarikan ke Rumah Sakit karena setelah 7 tahun, asmaku kumat kembali.
Sejak itu aku tidak percaya lagi pada bintang-bintang. Mereka bersembunyi dalam kegelapan malam, sesekali muncul bahkan saat bulan tertutup awan, menampakkan diri seolah-olah merekalah satu-satunya penerang di langit, seolah mereka adalah berlian pada kain satin hitam yang mahal. Padahal mereka cuma penipu, penipu yang bisa jatuh kapanpun. Penipu yang menyeringai dari balik kegelapan dan tersenyum ketika berpendar.

Bintang-bintang bersenandung
Terpaut cerah menerpa mendung
Insanku hilang menembus relung
Oh, kemudian dia pergi, terbang seperti burung 

Beberapa tahun setelah Ayah dan Bunda berpisah, aku bahkan tidak tahu bahwa aku bisa memanggil Ayah tanpa Bunda, dan Bunda tanpa Ayah. Bunda memasuki kamarku, setelah seharian menyangkal ingatan tentang ayah dengan bekerja terus menerus, memperhatikanku sedang menyusun buku-buku lamaku di lemari.
"Nilai kamu turun.." kemudian ia duduk bersila di sebelahku. Aku sadar, tidak peduli seberapa dekatnya tubuh kami bersebelahan, bunda tidak pernah berada utuh di dekatku. Sebagian dari bunda telah pergi bersama harapannya dengan ayah.
"Setiap manusia ada naik turunnya, Bun."
Bunda mengusap belakang kepalaku. Tangannya seperti berusaha menyatukan sel-sel otakku yang mungkin menurutnya sedang terbelah-belah. Aku dapat mencium wangi bunda seperti terakhir kali dia mencium keningku sebelum tidur. Terakhir kali yang entah kapan.
Memikirkan semua gerakan bunda membuat ingatanku bangkit kembali seperti virus. Semua memori ketika aku masih merasa memiliki ayah dan bunda seutuhnya, semua hal yang membuatku tersenyum bahkan diantara mimpi burukku, semua hal yang berhubungan dengan bintang-bintang...
"Kamu harus bercita-cita setinggi mungkin...biar kalau jatuh, seenggaknya masih jatuh di atas bulan atau bintang."
Lampu-lampu kecil di kamarku berpendar seakan mengejekku, bahwa mereka terlihat seperti bintang-bintang. Aku mengetuk-ketuk dinding kamar, ingin mendapat balasan, entah dari siapapun, supaya aku tidak merasa sendirian disini.
Setelah bertahun-tahun melupakan bintang-bintang, melupakan semua hal yang berhubungan dengan ayah dan bunda, yang membuatku selalu merasa sendirian dalam kegelapan. Bunda, dengan segala kelembutan dan harapannya, menusukkan bintang-bintang terakhir dalam hatiku, yang membuatku sadar: tidak ada bintang yang bisa kuraih. Mereka terlalu tinggi, terlalu jauh diatas sana. Menunggu kita dengan ekspektasi sia-sia, padahal mereka tahu bahwa mereka hanya kawin dengan realita.

Bintang-bintang berpendar
Dalam gelap malam memancar
Kemudian hilang berpencar
Menemukan diri sedang tersebar


Wednesday, June 10, 2015

Angel

I made this for an angel that has returned to heaven.

Delapan angan tertiup jauh
Menembus dalam kelamnya peluh
Angin hitam bertiup merdu
Mengundang malam datang beradu

"Ssst.." kata Ibu
Tidurlah, menembus kalbu
Yang tersayang tak akan hilang
Walau masa telah menjelang

"Sayang.." mereka bilang
Tidurlah, malam telah datang
Lalu cinta hadir ketika pergi
Menunggu pagi bersama mimpi

Sanubari gundah gulana
Mungkin sukma telah merana
Melihat cinta indah jelita
Tak lagi dapat mengundang cita

Delapan angan terbang melayang
Menembus langit tiada terang
Mengajak bintang yang hilang jalan
Untuk kembali ke peraduan

Kemudian malam pun berkata:
Sudah lama aku menderita
Melukai duka tanpa bahagia
Sekarang waktunya malaikat pergi
Terlalu indah di bumi ini

H,2015.

Tuesday, June 9, 2015

Waking up while asleep

I lie on my bed and open my eyes
The room ceiling greet me so nice
And the mildew that it has raised
Has become bigger, not normal size

I spin around and see the windows
The dusty dust, has become kilos
And what is it, a dirty fellows?
Has 8 foot on each, a black widows?!

I think I might have losing my mind
The upcoming world would send a sign
And from beginning I wasn't kind
Have I really losing my mind?

So I stare alone in the middle of the night
Seeing something without any flash of light
Kind of dreaming if I was right
No it wasn't dream, it was a fight

The raindrops sounds really noisy
Like a tux man seems so busy
I try to whistle, not too loudly
Oh look at him, catch the hurry

I'm a loner, among lonely
Try to whisper something silly
Close it! Said myself to me
I wont. Said the thing to me


Monday, June 8, 2015

Compare

I have my life on the basic
Keep thinking like it is classic
Being nice because it's fantastic
Knowing that everyone is plastic

Rolling, rolling, said the neighbor
Hold up your soul, said the sailor
What size are we, said the tailor
Long time no see, said the bachelor

Oh, I forget how nice you were
Since we met, the day you took a shower
Can you believe we're talking for hour?
Like how do sugar become so sour?

Singing, singing, said the dancer
Don't lose your mind, said the keeper
I'm a howler, said the mother
See my beauty, said the flower

Maybe I wasn't a barbie
Like I am, it isn't wasn't
Look at she, so unbelievable
A beautiful, princess's dreams

Sunday, June 7, 2015

Loveable

Darling darling darling
Have you seen what your ears bring
An enormous beautiful ring
It makes you fly, even without wings

Darling darling darling
What are you recently thinking
By the time you have been dreaming
A wild sea, the waves are screaming

I'm holding up the roses you got
The paper you cut, thrown in half
The ink disappear, not wanting any fear
Almost crumble, shades in water

Darling darling darling
Have you heard your eyes been talking
A pleasant, but still disgusting
Come closer, my tiny little thing.

H,2015.



Dear Friends

Dear, dear friends
Or sometimes I called you my fans
But I admit that I'm too, your fans

It's been years since we've been in this space
Living unhappy with a smiley face
Burried the tears for just in case
Telling a no for a complete yes

One time I tell myself
To not calling people my best
Cause anything that have been best
Would become worst for the rest

Tonight I recall my memories
How come we made stories
Or how you wipe my worries
It turned out you're sweet as strawberries

We may have decades to build a century
We may meet many people to be our story
But the greatest decades don't come in hurry
Like all people we love slowly

H,2015.





Wednesday, June 3, 2015

Kamu, dari A sampai Z

Andai saat itu ketika kamu tersenyum, dapat kusimpan untuk diriku sendiri tanpa kubagi dengan yang lain. Namun dunia bukan milikku, bahkan bukan milik kita. Hatiku pun terlalu egois untuk membaginya dengan otakku. Seolah senyummu hanya dapat kurasa, bukan kuingat.
Bila dapat kuputar waktu, mungkin akan tetap kubiarkan berlalu. Karena kebodohanku membuatku ingin tahu apalagi yang dapat kurasakan darimu.
Cantik, bukan itu definisiku. Aku bagaikan duri dalam bunga, biji dalam buah. Berguna tapi tidak diharapkan. Apa kamu bahkan ingat wajahku?
Dusta yang selalu kuumbar saat berada di dekatmu: seolah tidak peduli dengan keberadaanmu. Seolah tidak sadar dengan keabsenan kamu. Semua itu dusta! Aku bahkan sadar saat jam tanganmu tidak ada.
Entah untuk berapa lama semua itu kupendam. Diriku sendiripun bertanya-tanya, bagaimana bisa menahan rasa selama itu? Bagaimana bisa berdiri walaupun tahu nantinya akan pergi?
Film-film romantis yang kutonton semua membuatku muak. Tidak ada kisah dongeng dalam dunia nyata.
Gelisahku saat tahu kamu mendekati temanku, masih terbayang jelas dalam pikiranku. Bahkan aku masih bisa merasakannya. Dari semuanya yang kamu dekati, aku sama sekali tidak masuk daftarmu?
Haha. Hilangkan saja aku dari dunia.
Ingin rasanya kukeluarkan semua perasaan ini, dan kulemparkan ke wajahmu sampai kau terjengkang ke belakang. Biar kamu tahu bagaimana sakitnya.
Jatuh hati. Sekarang aku tahu mengapa dikatakan demikian. Hatimu terjatuh di hati seseorang, namun dia tidak memberikan hatinya sebagai balasan. Kemudian hatimu terluka. Jatuh membuatmu terluka.
Kasihan.
Lama sekali kupulihkan luka ini. Bahkan sekarang pun aku tak tahu bagaimana kondisi lukaku ini. Entah masih basah atau sudah kering.
Matakupun sudah lelah mengeluarkan air yang membuatnya bengkak. Ada kalanya aku merasa seperti keran air.
Nanti pasti aku bisa...lepas dari semua ini.
Orang bilang cinta itu indah, seolah mereka lupa ini dunia nyata.
Pertama-tama, aku harus menyeimbangkan pikiran dan perasaanku. Agar tidak ada lagi diantara keduanya yang terluka.
Quotes tentang cinta kutelan bulat-bulat hingga membuatku muntah air mata. Sedikit menyadarkanku bahwa aku hidup dalam realita.
Renungkan aku sekali saja dalam pikiranmu? Tentu saja tidak.
Sudah, sudah, sudah. Sudahi semua ini, kataku pada diriku.
Terlanjur memang, tapi mau bagaimana lagi? Mulai sekarang, aku harus lebih mengedepankan logika.
Untuk apa mencintai bila tidak dicintai?
Virtual: (secara) nyata (adjektiva). ; bukan aku dan kamu.
Waktu akan terus berlalu, perlahan akan kurelakan wajahmu.
X. Aku bagimu seperti x dalam alfabet Bahasa Indonesia. Ada, tapi tak ada.
Yang....mungkin tidak akan pernah kudengar darimu.
Zat. Kita ini adalah zat-zat. Dua insan yang berbeda, namun dari zat yang sama. Namun sekaranglah aku harus sadar, bahwa tidak peduli seberapa dekatnya kita, kita memang tidak untuk bersama. Aku adalah aku, yang akan selalu melihat kamu sebagai kamu.

Thursday, April 23, 2015

Waktu yang Sangat Kacau

Kutemukan diriku dalam keabadian
Terjebak dan terkekang bersama kenistaan
Andai bukit waktu tidak berlalu
Akan kutemukan dirimu untukku

Kemudian berlari kita dalam nostalgia
Menembus jangkar kapal cakrawala
Terbang berangan bersama cinta
Tanpa dusta antara kita

Ingatkah kau di kala senja
Sebelum malam menunjukkan keagungannya
Di bawah sinar bulan purnama
Diantara mentari yang menjingga

Aku hidup bersama goresan pena
Mencari kepastian yang tidak ada
Meninggalkan derita dalam cinta
Tiada lagi siapa-siapa

H,2015.

Wednesday, March 11, 2015

Hilang

Aku pergi.
Kemudian aku berlari, meninggalkan jejak dalam sunyi. Langkahku mungkin tak besar, namun cukup untuk membawaku keluar. Sudah lama aku ingin berlari. Penat rasanya disini. Semua menghimpit membuat sempit, terasa seperti mandi air dingin di puncak gunung. Kakiku terus melangkah tanpa tahu arah. Tak ingin lagi aku melihat ke belakang, rasanya ingin kubuat hilang.
Semua kenangan yang telah berlalu, seperti tinta tumpah di atas baju. Tak dapat lagi air menghilangkannya. Semua sudah melekat, terikat dengan erat.
Tinggalkan aku sendiri, biarkan aku berlari. Aku ingin sepi, aku butuh sunyi. Kerinduanku tak dapat tergapai lagi pada asa yang telah terurai. Pergi…biarkan aku pergi.
Lalu aku terbangun lagi dari mimpi. Mimpi yang sudah lama hidup, bahkan lebih hidup dari diriku sendiri. Semua yang terasa seperti mimpi, pada kenyataannya adalah kenyataan. Semua yang kuinginkan dalam mimpi, pada aslinya hanyalah mimpi belaka. Tinggalah aku sendiri, terjebak dalam angan yang terbang. Menatap semua melayang, sambil menjulurkan tangan namun tak sampai.
Hidupku hanya debu diantara serpihan abu. Dimulai dengan arang yang tak bertulang, kemudian aku terbang tanpa tuan. Seperti daun dandelion yang melayang. Tak ada yang menggapaiku, maupun aku gapai. Aku hidup dalam sunyi, melayang tanpa arah, mengikuti hembusan angin sampai aku tak sampai lagi bersamanya.

Jangan kejar aku, atau menggapaiku. Biarkan aku hidup dalam mimpiku. Menjalin cinta bersama hampa. Dalam kesendirian yang tak berruang.